Friday, January 24, 2014

Dina & Reza di Pesta Perkawinan (Dina & Reza in Wedding Party)

"Dina and Reza's aunt will get married soon. The wedding ceremony will be held in Acehnese culture. Dina and Reza are involved in this wedding party preparations. There are many interesting processions and ceremony they involved in. They really like it".

Waktu kecil saya sangat senang kalau diajak ke acara pesta pernikahan orang aceh. Saya suka kemeriahannya, warnanya, serta kerlap-kerlip segala perlengkapan pesta. Saya suka payung kuning yang dihias dengan manik-manik emas, saya suka ritme kain penutup dinding yang dipasang di seluruh ruangan. Saya suka tudung saji yang berisi perlengkapan peusijuk khas aceh. Saya suka baju pengantin dan hiasan kepala mempelai wanita yang dipenuhi berbagai macam bunga dan hiasan emas. Belum lagi makanannya, ketan yang dihias dengan inti, kue-kue yang enak, dan makanan yang tidak biasa.



Rangkaian acara dalam pernikahan juga sangat kompleks dan menarik. Itu semua suka saya perhatikan, Dari acara manoe pucok (siraman), boh gaca, intat linto baroe, tueng dara baroe, dan masih banyak lainnya.  

Berbicara manoe pucok. Pertama kali saya tahu tentang acara ini adalah ketika ada tetangga kami yang akan menikah. Sang calon pengantin dimandikan oleh keluarganya sambil dikelilingi oleh para penari yang menari sambil melantunkan petuah-petuah perkawinan. Beberapa tahun kemudian saya tahu salah satu lagunya adalah lagu Putroe Bungsu yang dipopulerkan kembali oleh Liza Aulia (penyanyi lokal aceh). Kalau mau dengar lagunya bisa di sini. Saya masih ingat air bunga di dalam cerana emas khas aceh, ruang yang diset khusus untuk acara ini, dan detail-detail cantik lainnya.


Manoe Pucok (Pre wedding shower)
Seiring dengan waktu pastinya, rangkaian acara pernikahan ini terus berubah. Agaknya hal ini adalah bukti dari budaya yang terus berkembang. Saya senang memperhatikan perubahan-berubahan ini. Entahlah mengapa. Misalnya saja dahulu ketika acara peugidong boh manok (menginjak telur), pengantin laki-lakinya benar-benar menginjak telur, sekarang telurnya dimasukkan ke dalam plastik sehingga prosesi ini menjadi simbol semata. Lalu hadiah kado yang berubah jadi uang serta daun pacar berganti dengan henna dari india. Perubahan lain yang menarik adalah beralihnya resepsi pernikahan dari rumah ke gedung. Urusan masak-memasakpun diserahkan pada katering. Hal ini memang praktis di zaman modern ini, tapi ada hal-hal yang terlewatkan karenanya. Saya ingat, dulu ketika ada tetangga yang akan menyelenggarakan acara pernikahan, ibu saya datang ke sana untuk membantu memasak. Pulangnya pasti ibu bawa banyak cerita. Ha...ha... karena pastilah ketika memasak ibu-ibu ini saling bertukar informasi terbaru tentang dunia sekitar kompleks. Ada nilai lain di sana. 

Intat Linto Baroe
pegidong boh manok (step on the egg)
Bentuk pelaminan, baju pengantin, bentuk tenda, warna, suasana, ketika pesta perkawinan pastinya akan terus berevolusi, walaupun entah mengapa saya lebih senang versi 'dahulu' nya. Itu sebabnya, sekarang saya lebih senang jika datang acara perkawinan orang di gampong, masih lumayan original. Apalagi makanannya, cita rasa lokal, tidak standar katering.

Buku ini adalah suatu langkah saya memperkenalkan budaya Aceh pada anak-anak khususnya tentang rangkaian acara pesta perkawinan orang aceh. Dibalut dengan kisah Dina dan Reza yang penuh hSaya harap anak-anak paling tidak bisa bahagia melihat gemerlapnya suasana di acara pernikahan orang Aceh, seperti yang saya rasakan dulu.







Berikut foto sepupu saya ferdi yang sedang baca buku ini.... dan Alhamdulillah buku ini juga sedang dicetak terbatas oleh Majelis Adat Aceh untuk dibagikan pada beberapa tk dan paud di Aceh.



3 comments: