Raisa and Haikal spend their vacation in their grandmother house in Gampong (Village). The routine in Gampong is different from daily life in the city (Banda Aceh) where they live. They enjoy very much their summer vacation. They do things that they can not do in the city such us pick up a fresh fruit, play traditional game, eat local food, swim at the river and other interesting activities.
Ini adalah seri ketiga dari buku cerita anak aceh. Ceritanya sebenarnya sangat sederhana, yaitu pengalaman anak kota yang mengunjungi rumah neneknya di gampong saat liburan sekolah.
Inspirasi pembuatan buku ini sebagian besar adalah dari sepupu saya. Mereka adalah anak kota yang beberapa sebulan sekali, ikut ayah dan ibu mengunjungi nenek mereka yang tinggal di gampong. Ada yang di Indrapuri dan ada yang di Krueng Raya. Sebenarnya dua lokasi ini tidak begitu jauh dari kota Banda Aceh, namun suasana di sana jauh berbeda dengan Banda Aceh.
Sekali-kali keluarga kami juga ikut diundang ke rumah nenek mereka di Gampong, di sanalah saya melihat banyak hal yang menarik dari kehidupan Gampong. Saya ingat waktu kecil dulu ketika diundang ke gampong mereka, saya sangat suka melihat rumah panggung yang masih banyak di sana. Kami juga senang bermain Jingkie (alat tumbuk beras tradisional yang berada di samping rumah mereka), dan yang paling menyenangkan ketika siang, kami semua dipersilakan untuk makan. Selalu ada gulai ayam khas Aceh sebagai hidangan. Ayam di daerah Aceh memang makanan istimewa yang dihidangkan untuk tamu, apalagi diracik dengan rempah yang kaya, sudah pastilah kelezatannya.
Gule Sie Manok (Traditional Acehnese Chicken Curry)
|
Drying Carambola
|
Kalau di Indrapuri sedang panen buah-buahan (langsat dan rambutan), biasanya keluarga kami diundang ke sana. Agak malu juga sebenarnya, datang-datang tinggal petik dan makan, bahkan biasanya bawa pulang. Dasar orang kota. Ha..ha..
Suatu kali, sehabis memetik buah, kami mandi di Alur (sungai kecil) di kebun. Airnya benar-benar dingin dan menyegarkan. Sungguh pengalaman yang tidak bisa ditemukan di kota besar dan pengalaman-pengalaman inilah yang menjadi sumber materi dari buku cerita ini.
Kalau dari segi kehidupan sehari-hari dan budaya saya sering bertanya pada ayah dari sepupu-sepupu saya tentang kebiasaan-kebiasaan mereka di Gampong, terutama ketika kecil. Maka mereka bercerita tentang mengaji setiap malam di balee meunasah, seni dalail khairat, atau bermain geulayang tunang. Sayangnya, seiring dengan urbanisasi, kegiatan-kegiatan positif dan vernakular ini pun semakin jarang ditemukan, bahkan di gampong sekalipun.
Recite Al Quran together
|
watching dalail khairat |
Geulayang Tunang (Traditional kite)
|
Orang gampong hidup dalam ritme yang berbeda dengan orang kota. Mereka lebih syahdu. Belum tentu anak kota bisa betah tinggal di gampong. Saya ingat suatu kali saya berkunjung ke sana, sepupu saya ingin cepat pulang ke kota. Dalam buku ini saya hanya ingin memperlihatkan beberapa hal di gampong yang apabila diperhatikan lebih seksama sangat menarik dan bermakna. Indah karena sahajanya.
Berikut adalah foto-foto ketika saya ikut ke gampong sepupu saya untuk memanen rambutan. Waktu itu sekalian saya berjalan-jalan di sekitar gampong itu. Indrapuri. All photos taken by Zana (sepupu saya)
Rumah panggung yang sudah sangat tua |
keterangannya masih dalam bahasa arab |
tangga dan jendela |
Kakek yang membantu kami memetik rambutan |
Gentong Air dan Jingkie |
Menjemur ikan dan rempah |
Simple life in Gampong |
No comments:
Post a Comment